Baiklah kita akan membahas tentang bagaimana shiiii kain sutera dari WAJO yng katanya kualitas sutera Wajo Sangant bermutu dan diminati luar dan dalam negeri.,,
Hampir disetiap
kecamatan di daerah ini ditemukan kegiatan persuteraan dimulai dari
kegiatan proses hulu sampai ke hilir, kegiatan pemeliharaan ulat sutera
hingga proses pemintalah menjadi benang yang kemudian ditenun menjadi
selembar kain sutera.
Dalam bahasa lokal
(Bugis) sutera disebut dengan "Sabbe", dimana dalam proses pembuatan
benang sutera menjadi kain sarung sutera masyarakat pada umumnya masih
menggunakan peralatan tenun tradisional yaitu alat tenun gedogan dengan
berbagai macam motif yang diproduksi seperti motif "Balo Tettong"
(bergaris atau tegak), motif ("Makkalu" (melingkar), motif "mallobang"
(berkotak kosong), motif "Balo Renni" (berkotak kecil). Selain itu ada
juga diproduksi dengan mengkombinasikan atau menyisipkan "Wennang Sau"
(lusi) timbul serta motif "Bali Are" dengan sisipan benang tambahan yang
mirip dengan kain Damas.
Melihat Potensi
perkembangan sutera di Wajo, pada tahun 1965 seorang tokoh perempuan
yang juga seorang bangsawan "Ranreng Tua" Wajo yaitu Datu Hj. Muddariyah
Petta Balla'sari memprakarsai dan memperkenalkan alat tenun baru dari
Thailand yang mampu memproduksi sutera asli (semacam Thai SIlk) dalam
skala besar.
Beliau juga
mendatangkan seorang ahli pertenunan dari Thailand untuk mengajarkan
penggunaan alat tenun tersebut kepada masyarakat setempat sekaligus
menularkan berbagai ilmu pertenunan sehingga mampu menghasilkan produksi
sutera yang berkualitas tinggi. Berawal dari prakarsa inilah sehingga
memacu ketekunan dan membuka wawasan kreativitas masyarakat dan
pengrajin yang lain untuk mengembangkan kegiatan persuteraan di
Kabupaten Wajo.
- Industri Pemintalan Sutera
Industri pemintalan
sutera di Kabupaten Wajo berkembang dalam beberapa tingkatan bila
dilihat dari operasionalnya yaitu menggunakan alat reeling dengan sistem
manual, semi mekanis, dan semi otomatis. Setidaknya terdapat 91 orang
pengrajin yang menggeluti usaha ini dengan mempekerjakan sekitar 822
orang tenaga kerja. Dengan menggunakan alat mesin pemintal sebanyak 274
unit mereka mampu menghasilkan benang sutera mentah belum siap tenun
sebanyak 6.389 kg pertahun, dan selanjutnya benang sutera tersebut harus
melalui proses penggintiran (twisting) lagi untuk mendapatkan benang
sutera twist tenun.
Kondisi inilah yang
memberikan pilihan kepada pengusaha pengrajin pertenunan sutera untuk
menggunakan benang sutera dari daerah lain seperti dari Kabupaten
Enrekang, Kabupaten Minahasa, bahkan menggunakan benang sutera import
yang sudah ada walaupun dengan harga yang lebih mahal demi memenuhi
tuntutan kualitas permintaan pangsa pasar yang ada.
Memperhatikan kondisi
industri pemintalan sutera ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Wajo
merespon dengan mendatangkan peralatan laboratorium 1 unit pada tahun
2005 dan alat mesin pemintalan otomatis sebanyak 6 unit pada tahun 2008
dimana pada saat ini telah dimanfaatkan denga baik oleh pengusaha
pengrajin sutera sehingga mampu memperbaiki dan meningkatkan mutu benang
sutera yang dihasilkan.
Peralatan lain yang
diadakan pemerintah adalah alat mesin finishing sutera 1 unit, namun
belum dipergunakan secara optimal yang disebabkan karena
pengoperasionalan mesin ini membutuhkan keahlian khusus dan biaya yang
tidak sedikit sehingga dalam jangka waktu yang akan datang dibutuhkan
pelatihan personal dan tambahan modal operasional bagi pengusaha
pengrajin sutera yang memiliki minat dan komitmen yang kuat untuk
pengembangan sutera di Kabupaten Wajo.
- Industri Pertenunan Sutera
Industri pertenunan
sutera merupakan kegiatan yg paling banyak di geluti oleh pelaku
persuteraan di Kabupaten Wajo, Hal ini di latar belakangi oleh prodik
kain setera yang di hasilkan mempunyai nilai kegunaan yang di padukan
dengan nilai estetika budaya setempat. Perpaduan nilai tersebut
menghasilkan kerakteristik yang tersendiri yang mencirikan produk kain
sutera khususnya sarung khas Sengkang ( lipa “ sabbe to sengkang =
sarung sutera Sengkang). Dalam perkembangannya pengrajin pertenunan
Sutera bukan saja menghasilkan kain sarung tetapi sudah mampu
memproduksi produk kain lain seperti kain motif teksture dalam bentuk
kain puth dan warna, maupun kain yang di tenun dengan memadukan benang
Sutera dengan bahan serat lainnya sehingga memberikan banyak pilihan
bagi para peminat produk sutera.
Dalam proses
produksinya pengrajin lebih banyak menggunakan alat pertenunan
tradisional alat tenun bukan mesin (ATBM) dan pengembangannya, Namun
melalui teknik inovasi dan kerja keras yang di miliki pengrajin mampu
menghasilkan Produk yang berkualitas tinggi bahkan memiliki nilai di
bandingkan dengan produk mesin dan alat pertenunan moderen.
- Alat Tenun Gedogan
Alat
tenun gedogan adalah alat tenun tradisional sederhana yang di gerakkan
oleh tangan. Alat ini tersebnar di pelosok di pedesaan di Kabupaten Wajo
dan biasanya di gunakan secara turun menurun oleh para ibu-ibu rumah
tangga dan para gadis desa. Hasil dari alat tenun gedogan lebih banyak
dalam bentuk kerajinan tenun sutera (lipa' sabbe)yang di kenal dengan
kerajinan tenun Sutera rumah tangga.
Bertahannya
alat ini hingga sekarang di Bumi Lamakdukelleng Kabupaten Wajo, karena
orang Wajo meneladani kepiawaian mereka mempertahankan tradisi secara
dinamis yakni membuka diri ke arah perubahan tetap menjaga ciri khas
Bugis Wajo, mereka bersedia mengadopsi inovasi teknis yang di anggap
berguna, dengan di landasi ketekunan dan pantang menyerah dengan
perhatikan perkembangan pasar dan permintaan konsumen . Beberapa corak
motif dan khas Wajo dan sarung sutera yang di hasilkan seperti : Bali
are, Balo Renni , Balo kette, cora subbi lobang, mappagiling, dan pucuk
si kadang.
- Alat Tenun Bukan Mesin (Atbm)
Alat
tenun bukan mesin (ATBM) adalah semua bentuk perlatan yang dapat
membuat kain tenun di gerakkan oleh tenaga mesin melainkan di gerakkan
secara manual dengan tenaga manusia. ATBM di sebut juga alat tenun model
TIB berasal dari kata “ testile inrichting Bandung “, karena lembaga
inilah yang mula-mula menciptakan alat tenun ini di Indonesia sejak
tahun 1912 .
ATBM
pertama kali masuk dan di pergunakan di Kabupaten Wajo pada tahun
1950an dimana pada awalnya hanya memproduksi kain sarung samarinda.
Seajak tahun 1980an mulai memproduksi sarung sutera dengan motif balo
tettong hingga dalam perkembangan selanjutnya ATBM bukan saja
memproduksi kain sutera tetapi lebih di kembangkan dengan memproduksi
kain motif testure polos, selendang, perlengkapan bahan pakian, asesoris
rumah tangga,hotel,kantor dan sebagainya berdasarkan permintaan pasar
dan konsumen.
ATBM
yang di lengkapi dengan 3 jenis alat berdasarkan penggerak gun yang di
gunakan dapat di memproduksi berbagai motif kain, yaitu :
*ATBM
Roll/Kerek (roda gila)yang di lengkapi dua pedal dan satu Roll dapat
menghasilkan kain dengan motif anyaman polos / plat dan turunannya.
*ATBM dobbi, menghasilkan kain dengan motif anyaman plat, keper, satin dan turunannya serta kain berlapis.
*ATBM
jakart/Jacquard, menghasilkan kain dengan motif anyaman plat, keper,
satin dan turunan serta jenis kain berlapis dengan variasi yang lebih
komplit di bandingkan ATBM dobbi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar